MOMEN
TUMBUH KEMBANG MY LITTLE HERO "ADRIAN"
Saya ibu dari dua
putra-putri yang ganteng dan cantik. Anak pertama saya, Adrian Lauhil Af’adi,
usia 2,8 tahun. Sedangkan anak kedua, Karaissa Anindya Erva Adriana berusia 8
bulan. Dalam kesempatan ini, saya akan mengupas habis tumbuh kembang anak
pertama saya, Adrian, begitu ia dipanggil sehari-hari.
Sesuai dengan temanya,
saya akan memaparkan perkembangan2 vital anak saya yang menurut saya sangat
luar biasa, seperti :
- Saat
berjalan
- Mengenalkan
dan Menyayangi Sang Adik
- Toilet
Training
- Sholat
dan Berdoa
Masih lekat di benak
saya, masa-masa vital ketika dia mulai duduk, merambat sampai bisa berjalan
sendiri. Ohya, ada kisah unik waktu dia mulai belajar berjalan. Ceritanya,
Adrian yang sudah berusia 14 bulan, tumbuh kembangnya masih dalam tahap
merambat, kalaupun berjalan itu cuma satu langkah saja. Galau??? Stress??
Sebagai seorang ibu sudah pasti perasaan itu terbersit di pikiran saya setiap
kali ada tetangga, saudara, ataupun teman sejawat bertanya “ anaknya udah bisa
jalan belum”? Tapi saya mencoba bersabar
dan berkeyakinan, bahwa tumbuh kembang bayi itu berbeda-beda. Ada yang
merangkak terlebih dulu baru duduk, ada juga yang bisa bicara dulu baru
berjalan, dan sebaliknya. Singkat kata, saya dan suami perjalanan ke Jember selama
beberapa minggu. Selang 2-3 hari kami disana, Adrian setiap kali terbangun,
selalu saja senang merambat mengelilingi rumah eyang utienya.
Alhasil dalam
hitungan hari, kami pancing dia untuk jalan 1-2 langkah, perlahan tapi pasti,
dia mulai menapakkan langkahnya sedikit demi sedikit. Lama kelamaan dia mulai
bisa menapaki langkahnya lebih jauh lagi, misalkan saja dari ruang tamu menuju
pintu depan, dari ruang keluarga menuju pintu kamar,dll. Yang saya pikirkan???
Bahagiaaa sekali, apa yang saya risaukan selama ini,, yang saya tunggu selama
ini, terwujud juga. Hikmahnya??? Terkadag apa yang kita inginkan tidak sejalan
dengan apa yang ada di depan. Jalani saja dulu, dan tidak terlalu memaksakan
kepada anak, karena ternyata tumbuh kembang anak itu memang berbeda, dan
perbedaan atau keterlambatan pada aspek tertentu bukanlah indikator bahwa anak
kita mengalami hambatan rangsangan sensor,syaraf, motorik,dll.
Saat Adrian berusia 1,5
tahun saya positif hamil. Sedikit rasa cemas namun bahagia. Entah mengapa rasa
bahagia itu muncul dalam bentuk keyakinan bahwa anak kedua saya pasti
perempuan. Mungkin orang bilang itu adalah kekuatan suggesti positif yang
mengalir dalam tubuh sehingga menggerakkan semua organ tubuh untuk melakukan
aktivitas harian layaknya perempuan, seperti suka berdandan, rajin bersihkan
rumah, rajin memasak,dll. Dalam usia kehamilan muda sampai beranjak usia 43
minggu, Adrian masih aktif menyusu. Istilah lainnya adalah “Nursing While Pregnant”.
Susah? Gampang?? Perjalanan 9 bulan hamil
saja sudah sangat melelahkan, ditambah menyusui anak yg masih berusia 1,5 tahun
dan masih ditambah pula memberikan pengertian orang-orang sekeliling saya bahwa
ASI tidak akan membahayakan buat saya, janin saya, serta kakaknya (Adrian).
Sampai pada titik yang seharusnya, saya terpaksa harus menyapih Adrian.
Terpaksa?? Yah, dengan terpaksa karena saat itu saya baru melahirkan, dan dalam
hitungan 2 hari ( waktu persalinan saya) Adrian diisolasi dari saya. Sangat
sedih melihatnya. Saat saya pulang dari Rumah Sakit, Adrian hanya bisa
memandang saya dari jauh dengan tatapan iba, saya meneteskan air mata dan
menyapanya “ Sini nak,sama mama”. Dia pun tersenyum, matanya berbinar-inar, dan
memeluk saya erat-erat, dan untuk waktu yang lama dia tidak mau berpisah dari
saya meski saya sedang menyusui adiknya.
Momen-momen kedekatan kami
(Saya-Adrian-Raissa), saya manfaatkan untuk mengajarkan sang Kakak untuk lebih
menyayangi adiknya, seperti mengelus-ngelus tangannya, rambutnya,
menciumnya,memeluknya,dll sembari meyakinkan sang Kakak bahwa Mama akan selalu
menyayangi sang Kakak. Tahapan pertama adalah cara penyapihan. Kebanyakan kaum
ibu menyapih anaknya dengan cara memaksa atau tiba-tiba secara drastis,
sehingga yang didapat hanyalah hasil yang praktis, namun mengabaikan sisi
emosional dan psikologis sang anak. Untuk anak saya, khususnya karena ada momen
lahirnya sang adik, setiap kali sang kakak berusaha menyusu, saya selalu bilang
bahwa sang Kakak sudah besar dan sang adik membutuhkan ASI karena dia masih
kecil dan belum bisa minum di gelas atau botol susu. Saya selalu mengatakan
kehebatan-kehebatan sang Kakak dan
sikap-sikap afektif yang harus dilakukan sang Kakak terhadap adiknya.
Mudah??? Tidak gampang untuk mengajari anak usia 2th dengan frekuensi menyusui
yang tinggi. Di siang hari selalu saya sodorkan susu, saya ajak berpartisipas
bermain dengan adik, memberikan waktu dan perhatian yang berimbang sembari
memberikan kalimat-kalimat positif dan afektif, dan di saat malam hari selalu
memberikan suggesti positif ketika dia belum terlelap tidurnya. Hasilnya??? Ada
pepatah begini “ Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senan kemudian” Tidak sia-sia
ternyata kerja keras saya selama 6 bulan ( saya batasi 6 bulan saja yah!! )
karena selama 6 bulan sudah terlihat bagaimana sayangnya Adrian kepada adiknya,
saat Adrian marah atau cemburu pun tak pernah sedikitpun memukul, mencubit atau
melakukan tindakan yang membuat adiknya menangis. Sebaliknya, ketika adiknya
menangis, Adrian malah berujar “Cup..cup..dik!!, Adik...sabar yah!!, Mama, adik
bangun!! Mama, adik minum! Mama, adik pipis!!” Dan masih banyak lagi celoteh
sang kakak buat adiknya. Bahkan terkadang Adrian sudah membawakan popokknya
saat adiknya pipis, menghiburnya dengan cilukba saat adiknya menangis,dll.
Hikmah??? Ternyata untuk menciptakan perasaan nyaman, cinta kasih, dan
penegrtian pada anak usia 2tahun tidaklah susah. Asalkan kita mau berusaha
keras, sabar, dan juga memahami isi hati sang anak, niscaya semua itu akan
terwujud.
Toilet
Training mungkin menjadi permasalahan umum yang sering
dikeluhkan ibu-ibu muda sekarang ini. Pada dasarnya toilet training bisa
dilakukan saat bayi, sehingga nantinya bayi terbiasa untuk pipis atau pup di
toilet. Namun, ada juga ibu-ibu yang baru memperkenalkannya pada usia 6 bulan
atau 1 tahun. Saya sendiri termasuk ibu yang telat mengenalkan toilet training.
Saat usia Adrian 2 tahun, saya baru mengajaknya bicara dari hati ke hati,
mengenalkannya pada toilet, bagaimana caranya mengungkapkan rasa / keinginan
BAK atau BAB. Sangatlah susah untuk usia 2tahun. Terkadang 1-2 kali dia bisa
bilang ‘pipis’ dengan berhasil tanpa harus ngompol, sisanya saya harus sering2
ganti celana dalamnya dan juga mengepel lantai. Begitu juga BAB, mungkin 1-2
kali juga berhasil. Slowly but sure, saya yakin semua itu adalah bagian dari
proses.
Setiap kali ia lupa, saya ingatkan bahwa BAK di sembarang tempat akan
menimbulkan bau tidak sedap, sambil memberikan gestur tutup hidung. Tak lupa
setiap tidurnya, selalu saya bisikkan “ Nak, yang pintar yah, nanti kalau mau
pipis bilang yah!” Terus, dan terus, tanpa ada kebosanan sambil sesekali
mengajak dia ke kamar mandi atau WC untuk lebih mengenal lebih dalam dengan
toilet training. Alhamdulillah selang 3 bulan, mungkin lebih, Adrian sudah
fasih antara mengucap kata “pipis /pup” dengan tindakannya, dalam arti kata
lain, ia jarang ngompol. Bahkan terkadang ia sudah melepas celananya sembari
bilang “ Ma, mo pipis!”. Hikmahnya?? Untuk mengajari sesuatu yang baru,
khususnya pada balita, selain dibutukan kesabaran dan telaten, proses
pengulangan dalam waktu yang lama, akan merekamnya di dalam memori mereka,
sehingga menimbulkan kebiasaan yang spontan,dan saat itu terjadi maka tidak
akan ada lagi keluhan.
Sesi
Makan ala Adrian
Yang paling kusukai
dari Adrian adalah saat jadwal makannya, entah makan pagi/siang/sore/malam, dia
selalu mengambil sendiri piring dan gelas plastik miliknya sambil menunjuk pada
rice cooker dan berjata “ aci...(nasi). Terkadang saat ia malas makan nasi,
favoritnya adalah roti tawar yang diberi selai coklat atau susu kental manis,
dan bubur merah putih. Kalau sudah keinginannya, ia mau makan sendiri meski
kotor dimana-mana. Tak lupa sehabis makan selalu ia minta cuci tangan pakai
sabun. Kalau ditanya alasanyya, jawabnya enteng “ wangi mama!!”
Sholat
dan berdoa. Mungkin bagi yang agama Islam, tahapan ini sedikit
susah. Alhamdlillah saya dibantu dengan partner hidup yang cukup memahami
bagaimana mengajarkan sholat dan berdoa sejak dini. Saat Adrian berusia 6 bulan,
seringkali ia diajak ayahnya pergi solat di musholla, meski waktu itu ia masih
digendong. Saat usia 1,5 tahun, seringkali saya ajak Adrian ikut sholat bersama
saya, meski waktu itu ia masih belum dikenalkan pakaian sholat, hanya duduk dan
mengamati.
Saat usia 2 tahun, ayahnya mengenalkannya pada suasana masjid / musholla.
Tentu saja saat ini sudah tidak digendong lagi seperti usia 6 bulan dulu.
Sedikit demi sedikit mencoba mengikuti gerakan sholat, mulai dari takbiratul
khram, ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, dan salam. Untuk duduk tahiyat
awal dan akhir belum bisa, namun setidaknya sekarang Adrian sudah mau memakai
peci dan sajadahnya sendiri. Ada kejadian lucu saat Adrian diajak ayahnya
sholat di masjid. Saat itu sang Imam sedang membacakan surah Al-Fatihah, dan di
tengah-tengah pembacaan surah tersebut, Adrian berteriak sambil berkata
“Amiinnn!”. Kemudian, perlahan tapi pasti ayahnya mengajarkan bagaiman
berwudhu, meski saat ini yang dia ketahui cuma bermain-main air, tapi
setidaknya ia sudah bisa membasahi wajah,tangan, telinga,rambut,dan kaki.
Berdoa, di setiap suasana dan waktu selalu kami terapkan untuk membaca
bismillah. Setiap kali makan, diajarkan berdoa , meski cuma membuka kedua
telapak tangan dan berkata “Amin”. Setiap kali mau tidur, juga cuma membuka
kedua telapak tangan dan berkata “amin”.
Sekarang my Little
Hero, sudah beranjak dewasa, meski usianya belum genap 3 tahun, tapi kami
selaku orangtuany bangga dengan perkembangan yang dia tunjukkan hari demi hari.
Mulai dari menyikat gigi sendiri, memilih baju sendiri, memakai sandal / sepatu
sendiri, mengambil alat makannya sendiri, merapikan mainannya, dan masih banyak
lagi. Adrian adalah secerca harapan, kilauan cahaya, dan tumpuan seribu kata
bagi kami. We always love you!!!
Sholat
dan berdoa. Mungkin bagi yang agama Islam, tahapan ini sedikit
susah. Alhamdlillah saya dibantu dengan partner hidup yang cukup memahami
bagaimana mengajarkan sholat dan berdoa sejak dini. Saat Adrian berusia 6 bulan,
seringkali ia diajak ayahnya pergi solat di musholla, meski waktu itu ia masih
digendong. Saat usia 1,5 tahun, seringkali saya ajak Adrian ikut sholat bersama
saya, meski waktu itu ia masih belum dikenalkan pakaian sholat, hanya duduk dan
mengamati. Saat usia 2 tahun, ayahnya mengenalkannya pada suasana masjid / musholla.
Tentu saja saat ini sudah tidak digendong lagi seperti usia 6 bulan dulu.
Sedikit demi sedikit mencoba mengikuti gerakan sholat, mulai dari takbiratul
khram, ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, dan salam. Untuk duduk tahiyat
awal dan akhir belum bisa, namun setidaknya sekarang Adrian sudah mau memakai
peci dan sajadahnya sendiri. Ada kejadian lucu saat Adrian diajak ayahnya
sholat di masjid. Saat itu sang Imam sedang membacakan surah Al-Fatihah, dan di
tengah-tengah pembacaan surah tersebut, Adrian berteriak sambil berkata
“Amiinnn!”. Kemudian, perlahan tapi pasti ayahnya mengajarkan bagaiman
berwudhu, meski saat ini yang dia ketahui cuma bermain-main air, tapi
setidaknya ia sudah bisa membasahi wajah,tangan, telinga,rambut,dan kaki.
Berdoa, di setiap suasana dan waktu selalu kami terapkan untuk membaca
bismillah. Setiap kali makan, diajarkan berdoa , meski cuma membuka kedua
telapak tangan dan berkata “Amin”. Setiap kali mau tidur, juga cuma membuka
kedua telapak tangan dan berkata “amin”.
Sekarang my Little
Hero, sudah beranjak dewasa, meski usianya belum genap 3 tahun, tapi kami
selaku orangtuany bangga dengan perkembangan yang dia tunjukkan hari demi hari.
Mulai dari menyikat gigi sendiri, memilih baju sendiri, memakai sandal / sepatu
sendiri, mengambil alat makannya sendiri, merapikan mainannya, dan masih banyak
lagi. Adrian adalah secerca harapan, kilauan cahaya, dan tumpuan seribu kata
bagi kami. We always love you!!!